Udara di dekat danau ini
begitu melenakan tubuhku diterpa angin sepoi. Meski sedih karena
dicampakkan namun bisa sedikit terobati dengan suasana ini. Ada banyak
wajah disini. Semua asyik dengan kesibukan masing-masing. Sepasang
muda-mudi bermesraan di tempat duduk dekat danau. Seorang bapak nampak
serius dengan kail pancingnya, menunggu kapan ikan memakan umpannya.
Sedang pria disana duduk dibawah pohon kadang tertawa terbahak, berbisik
juga berkata mesra. Ada handphone yang menempel erat pada kupingnya,
entah berbicara dengan siapa. Ada juga gadis berjilbab coklat membaca
buku sambil beberapa kali melirik jam tangannya seperti menunggu
seseorang yang tak kunjung hadir.
Tubuh ringanku terhempas. Terbang dibawa angin namun tak ada yang peduli. Gadis berjilbab itu hanya melihatku beberapa saat setelah itu sibuk lagi dengan buku ditangannya. Rasanya aku ingin berteriak padanya.
“Tolong ambil aku, masih ada yang belum kau ketahui dariku”.
Tapi semuanya tidak mungkin. Tubuh
jelekku sudah tak mampu menarik perhatiannya. Dia sudah menunggu 2 jam
lamanya, wajahnya telah menampakkan kebosanan dan aku yakin sebentar
lagi dia akan beranjak dari tempat duduknya. Menunggu dengan
ketidakpastian yang jelas memang membosankan. Sedang diriku? Sudah
terpisah-pisah dari yang lain. Terbang kesana kemari hanya mengikuti
kemana angin menerbangkan tubuhku. Seseorang telah membeli dan
menelantarkanku disini. Tubuh yang demikian rapuh terinjak-injak.
Terbakar terik matahari bersama daun-daun kering. Rumput keringpun
tidak sudi tertutupi olehku dan hujan akan menghancurkankanku. Tak
berbekas, tak berharga dan terlupakan.
Habis manis sepah dibuang. Begitulah diriku, setelah mendapat semua berita dariku. Bosan lalu di campakkan seperti sekarang ini. lihat saja nanti pemulung atau tukang bersih-bersih akan melumatkakku lalu masuk tong sampah. Sebegitunyakah perlakuan manusia terhadapku? Benar-benar malang.
Sepasang wanita datang. Lalu duduk tidak jauh dari gadis berjilbab itu. Ketidakkenalan mereka sangat terlihat jelas. Mereka tak saling menyapa dan sepertinya bukan mereka yang ditunggu gadis berjilbab itu. Salah satu dari mereka mengambilku. Untuk sejenak aku merasa tenang. Tapi ternyata tidak, dia merobek tubuhku menjadi dua bagian. Kedua wanita itu berjalan ke tepi danau dan memakai tubuhku sebagai alas duduk. Sementara gadis berjilbab itu hanya mengamati seperti tak rela tubuhku dibagi dan dijadikan alas duduk. Tapi mengapa tidak dari tadi dia mengambilku, jika benar-benar menginginkanku? Mengapa malah menginginkanku saat kedua orang ini datang dan mencabikku? Ada rasa iba yang terlukis dari wajahnya. Jelas. Dari tadi dia ingin membacaku tapi urung tersita dengan kesibukannya menunggu.
Tidak begitu lama sepasang wanita itu berbincang di tepi danau. Mereka pergi meninggalkan aku. Terlanjur memaknaiku sebagai sampah. Mereka keterlaluan. Angin membawa tubuhku sebagian lagi. Kini aku benar-benar sendiri. Ada lelaki yang mengendarai motor menginjakku. Sakit. Betapa tak berharganya jika seseorang telah mengambil manfaat dari diri kita. Kemudian membuangnya begi saja.
Perlahan gadis berjilbab itu berdiri. Berjalan ke arah seekor kucing yang sedang menjilati tubuhnya. Menyadari kedatangannya kucing itu lari tak biasa didekati manusia rupanya. Gadis berjilbab itu berdiri lagi dan melangkah. Setapak demi setapak dan sampai dihadapanku. Memungutku mengambil bagian tubuhku. Dia tidak peduli dengan sorot mata orang-orang yang berada disekitarnya dia kembali ke tempat duduknya. Berusaha menyambung tubuhku yang tekoyak kemudian membaca apa yang tertulis disetiap lembar tubuhku. Aku ingin berkata padanya.
“Terima kasih telah memungutku”.
Tapi tentu saja tidak bisa. Aku tidak punya mulut dan apapun yang dimiliki manusia, jika aku punya mulut aku tak akan mau diperlakukan demikian sadis oleh kedua wanita tadi. Jelas saja aku akan berceloteh menunjukkan ketidaksukaanku. Yah…aku hanya sepotong Koran yang ditinggal pemiliknya didekat danau ini. Sepotong koran yang ketika informasinya tak lagi dibutuhkan maka fungsinya akan berubah. Tidak lagi menjadi media informasi, yang jika lembar demi lembarnya hilang maka tak ada artinya lagi dimata para pembaca. Sungguh menyedihkan.
Gadis berjilbab sudah membaca semua informasi yang tertulis indah dan rapi ditubuhku. Sayang… lembaran yang dibacanya saat ini tak menyediakan informasi yang jelas karena ada beberapa halaman yang hilang. Dia melipat tubuhku dengan rapi lalu menaruhku disampingnya. Kembali melirik jam tangan. Mengalihkan pandangan ke seluruh taman lalu dia bergumam.
‘Dia tak akan datang’
Hari sudah semakin sore. Rupanya dia sudah lelah menunggu dan pulang ke rumah itu pilihan terbaik. Mengambil tas lalu beranjak pergi. Jauh. Jauh hingga tak terlihat. Gadis berjilbab itu meninggalkanku disini. Di bangku taman tepi danau yang sudah tak berpenghuni lagi. Sekali lagi aku hanya sepotong Koran. Yah…sepotong Koran.
Tubuh ringanku terhempas. Terbang dibawa angin namun tak ada yang peduli. Gadis berjilbab itu hanya melihatku beberapa saat setelah itu sibuk lagi dengan buku ditangannya. Rasanya aku ingin berteriak padanya.
“Tolong ambil aku, masih ada yang belum kau ketahui dariku”.
Add caption |
Habis manis sepah dibuang. Begitulah diriku, setelah mendapat semua berita dariku. Bosan lalu di campakkan seperti sekarang ini. lihat saja nanti pemulung atau tukang bersih-bersih akan melumatkakku lalu masuk tong sampah. Sebegitunyakah perlakuan manusia terhadapku? Benar-benar malang.
Sepasang wanita datang. Lalu duduk tidak jauh dari gadis berjilbab itu. Ketidakkenalan mereka sangat terlihat jelas. Mereka tak saling menyapa dan sepertinya bukan mereka yang ditunggu gadis berjilbab itu. Salah satu dari mereka mengambilku. Untuk sejenak aku merasa tenang. Tapi ternyata tidak, dia merobek tubuhku menjadi dua bagian. Kedua wanita itu berjalan ke tepi danau dan memakai tubuhku sebagai alas duduk. Sementara gadis berjilbab itu hanya mengamati seperti tak rela tubuhku dibagi dan dijadikan alas duduk. Tapi mengapa tidak dari tadi dia mengambilku, jika benar-benar menginginkanku? Mengapa malah menginginkanku saat kedua orang ini datang dan mencabikku? Ada rasa iba yang terlukis dari wajahnya. Jelas. Dari tadi dia ingin membacaku tapi urung tersita dengan kesibukannya menunggu.
Tidak begitu lama sepasang wanita itu berbincang di tepi danau. Mereka pergi meninggalkan aku. Terlanjur memaknaiku sebagai sampah. Mereka keterlaluan. Angin membawa tubuhku sebagian lagi. Kini aku benar-benar sendiri. Ada lelaki yang mengendarai motor menginjakku. Sakit. Betapa tak berharganya jika seseorang telah mengambil manfaat dari diri kita. Kemudian membuangnya begi saja.
Perlahan gadis berjilbab itu berdiri. Berjalan ke arah seekor kucing yang sedang menjilati tubuhnya. Menyadari kedatangannya kucing itu lari tak biasa didekati manusia rupanya. Gadis berjilbab itu berdiri lagi dan melangkah. Setapak demi setapak dan sampai dihadapanku. Memungutku mengambil bagian tubuhku. Dia tidak peduli dengan sorot mata orang-orang yang berada disekitarnya dia kembali ke tempat duduknya. Berusaha menyambung tubuhku yang tekoyak kemudian membaca apa yang tertulis disetiap lembar tubuhku. Aku ingin berkata padanya.
“Terima kasih telah memungutku”.
Tapi tentu saja tidak bisa. Aku tidak punya mulut dan apapun yang dimiliki manusia, jika aku punya mulut aku tak akan mau diperlakukan demikian sadis oleh kedua wanita tadi. Jelas saja aku akan berceloteh menunjukkan ketidaksukaanku. Yah…aku hanya sepotong Koran yang ditinggal pemiliknya didekat danau ini. Sepotong koran yang ketika informasinya tak lagi dibutuhkan maka fungsinya akan berubah. Tidak lagi menjadi media informasi, yang jika lembar demi lembarnya hilang maka tak ada artinya lagi dimata para pembaca. Sungguh menyedihkan.
Gadis berjilbab sudah membaca semua informasi yang tertulis indah dan rapi ditubuhku. Sayang… lembaran yang dibacanya saat ini tak menyediakan informasi yang jelas karena ada beberapa halaman yang hilang. Dia melipat tubuhku dengan rapi lalu menaruhku disampingnya. Kembali melirik jam tangan. Mengalihkan pandangan ke seluruh taman lalu dia bergumam.
‘Dia tak akan datang’
Hari sudah semakin sore. Rupanya dia sudah lelah menunggu dan pulang ke rumah itu pilihan terbaik. Mengambil tas lalu beranjak pergi. Jauh. Jauh hingga tak terlihat. Gadis berjilbab itu meninggalkanku disini. Di bangku taman tepi danau yang sudah tak berpenghuni lagi. Sekali lagi aku hanya sepotong Koran. Yah…sepotong Koran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar