Kamis, 21 Juni 2012

My Memory

     Akhir-akhir ini entah kenapa aku mulai kangen masa-masa kuliah. Aku juga tidak mengerti, padahal masa itu cukup sulit untuk dijalani. Banyak kenangan, kerja keras juga air mata yang tersimpan disana. Terkadang, setelah melewati masa sulit kita akan merindukannya kembali berharap bisa membuat kita menjadi lebih kuat! Terkhusus buat teman-teman kelasku, aku tidak tahu dimana keberadaan mereka sekarang. Ada yang baru saja menikah sampai bahkan ada yang sudah memiliki momongan! Yups...Sekali lagi Allah SWT telah menunjukkan garis takdir masing-masing manusia. Jelas jalannya tidak akan ada yang sama. Missing U All My Friends ^__^...


Our Class III E


( Dari Kiri Ke Kanan ) Baris Pertama: Vera Ervia, Sumrah, Suriati, Sitti Suarni, Sri Sutria Ali, Sukmawati Saleh, Suryanita  M"Chairwomen" ^^, Siti Amrah, Sitti Yusra, Ainil Rachmini Muhammad "It's Me", Zakya Drajat, Yuliana Angdias. Baris kedua: Umrah Undding, Siti Nawira, Sri Sukaeni, Sartika, Sri Wahyuni C, Nurmiati, Samsuryana, Yusrah, Sri Andriana Lestari, Siti Khadijah, Sitti Aminallah, Siti Rahmawati Fattah, Sri Wahyuni B, Sukmawati Mahing. Baris terakhir : Suriani, Tuty Vivi May Savitri, Suriani S, Sitti Mutmainnah, Sitti Fatimah, Sukaena dan Yati Purnama
 


Sitti Yusra And Ainil Rachmini M


"Cety" Nita, Yusrah, Ijha and K'Vivie! I Will Miss U All T_T



Selasa, 29 Mei 2012

Tanjung Bira

     Mungkin agak sulit menceritakannya tapi akan ku coba, maklum saja aku baru pertama kali ke sana dan ku harap itu bukan untuk yang terakhir kalinya. amin...
   Tanjung Bira! Pantai yang terletak di daerah bulukumba, sekitar 4 jam lebih dari kota Makassar Sulawesi Selatan. Waktu itu aku kesana tidak sendiri, meski semua tanpa rencana tapi aku sangat menikmatinya. Liburan yang sangat express ^^
     Perjalanan kesana aku cukup menderita karena tak sempat sarapan, makanya perut terasa mual dan akhirnya di sekitar daerah jeneponto, pertahananku jebol (heheheh....) aku muntah, untung saja pemirsa mobilnya singgah di tepi jalan. Klo tidak, entah apa yang terjadi... suksesnya itu terjadi hanya sekali, dalam perjalanan pulang aku mulai menikmati irama perjalanan.
     Eh...gak lengkap liburan tanpa foto-foto, nih ada fotonya! Lets Enjoy it ^_^




    Pertama kali menjejakkan kaki di pantainya....Subhanallah, pasirnya putih banget euyyy, rasa mual yang di perjalanan tadi langsung hilang seketika! Tau gak, mirip-mirip tepung terigu...hehehe itu sih menurutku.
Pokoknya keren deh....^^d semoga kapan-kapan bisa balik lagi. Amiiinnnn
   Saking takjubnya liat pantai yang putih sekaligus lautnya yang biru bikin gak tahan pengen nyeburrrrr hehehe tapi gak boleh jauh-jauh soalnya nanti kena batu karang and ubur-ubur sama babi laut ( gak tau...bentuknya seperti apa aku belom pernah liat, smoga gak se-gede babi hutan yah..^^)




Naik Banana Boot juga heheheh ^^
 



   With Family <3
    Huft...walaupun ada perasaan tidak puas karena gak nginap, tapi gak apalah yang penting dah pernah ke tanjung bira bareng keluarga. Masih ada beberapa foto nih sebelum pulang! ^__^....





    Nah tuh dia episode jalan-jalanku ke tanjung bira, ada beberapa lagi kisah yang lain! Bagi kalian yang penasaran blom pernah ke sana gak ada salahnya loh menikmati panorama pantai bira.. gak bakal rugi ^^. see u at another story!!

Jumat, 11 November 2011

Makna Logo Bidan Delima

Makna yang ada pada Logo Bidan Delima adalah:

Bidan Petugas Kesehatan yang memberikan pelayanan yang berkualitas, ramah-tamah, aman-nyaman,  terjangkau dalam bidang kesehatan reproduksi,keluarga berencana dan kesehatan umum dasar selama 24 jam.


Delima Buah yang terkenal sebagai buah yang cantik, indah, berisi biji dan cairanmanis yang melambangkan kesuburan (reproduksi) Merah Warna melambangkan keberanian dalam menghadapi tantangan danpengambilan keputusan yang cepat, tepat dalam membantu masyarakat.

Hitam Warna yang melambangkan ketegasan dan kesetiaan dalam melayanikaum perempuan (ibu dan anak) tanpa membedakan

Hati Melambangkan pelayanan Bidan yang manusiawi, penuh kasih sayang(sayang Ibu dan sayang Bayi) dalam semua tindakan/ intervensi pelayanan.

Kau & Aku

Tatapan itu lagi! Tajam dan menusuk, Aku tidak suka ditatap seperti itu. Tatapan yang seolah menuntut sesuatu. Ada yang ingin kau katakan? silakan saja! Apa kau membenci setiap pertemuan kita?. Jika kau benci, mestinya jangan memandangku seperti kau ingin meminta penjelasan tentang setiap pertemuan ini. Harusnya kau bertanya pada takdir yang telah Tuhan gariskan untukmu.

Aku masih ingat ketika pertama kita saling mengenal. Kau bahkan tak punya kemampuan ingin mewujudkan sosokku dalam bentuk apa dalam imajinasimu. Semua karena kau terlalu melukisku begitu sempurna. Dan suara? Lagi-lagi suara? Mengapa seseorang begitu mudah terobsesi hanya dengan dengaungan suara?. Aku mulai benci hal ini, menilai fisik hanya karena sendunya suara. Kau mau menyalahkan aku karena ini?. Yah…sebut saja itu salahku. Bukan karena rasa ingin tahumu atau rasa ketidaktahuanmu!

Ruang itu sudah melebar sekarang, kau terlambat menutupnya. Apa yang kau rasakan setelah ini? Kaupun salah, sadar atau tidak kita sama-sama sudah melangkahi apa yang seharusnya Tuhan gariskan untuk kita. Sayangnya, aku tak pernah bisa melihat rasa bersalah itu ada dalam matamu. Terserah apa katamu, kau bilang aku terlalu cepat merasa? Terlalu sensitive? Terlalu melankolis? Dan semua apa yang dimiliki seorang wanita. Yah…aku bangga bisa menangis. jika kau tak suka, kukira sampai kapanpun kau tak akan pernah mampu menafsirkan tentang keangkuhan setiap pria menahan air mata itu.


Pada akhirnya setiap rasa bersalah itu harus kubawa. Aku ingin menguburnya. Seperti ingin melenyapkan setiap jejakmu dalam hidupku. Tapi tidak…sekarang kau malah terlalu nyata. Jangan salahkan aku jika sikapku demikian, ku biarkan kau dengan duniamu dan aku dengan duniaku meski kita berpijak didunia yang sama. Aku tak akan memprotes jika kita tak mampu bersosialisasi sebagai semestinya seorang kawan saling bertegur sapa, semua karena kesan yang ditinggalkan masa lalu.

Dan aku, tak akan memulai dari awal lagi. Biarkan ia berjalan sebagaimana mestinya. Walaupun kau seperti orang asing bagiku. Yah….biarlah, terserah apa yang ingin kau lakukan padaku sekarang. Kau acuh? Itu urusanmu. Kita tak akan sama seperti pertama mengenal, kau sudah terlanjur tahu siapa aku dan aku sudah terpaksa tahu siapa dirimu sekarang!!

Jika Belum Siap Cintai Ia Dalam Diam

Bila belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, cukup cintai ia dalam diam ...
karena diammu adalah salah satu bukti cintamu padanya ...
 
kau ingin memuliakan dia, dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang, kau tak mau merusak kesucian dan penjagaan hatinya..

karena diammu memuliakan kesucian diri dan hatimu.. menghindarkan dirimu dari hal-hal yang akan merusak izzah dan iffahmu ..

karena diammu bukti kesetiaanmu padanya ..
karena mungkin saja orang yang kau cinta adalah juga orang yang telah ALLAH swt. pilihkan untukmu ...

ingatkah kalian tentang kisah Fatimah dan Ali ?
yang keduanya saling memendam apa yang mereka rasakan ...
tapi pada akhirnya mereka dipertemukan dalam ikatan suci nan indah

karena dalam diammu tersimpan kekuatan ... kekuatan harapan ...
hingga mungkin saja Allah akan membuat harapan itu menjadi nyata hingga cintamu yang diam itu dapat berbicara dalam kehidupan nyata ...
 
bukankah Allah tak akan pernah memutuskan harapan hamba yang berharap padanya ?

dan jika memang 'cinta dalam diammu' itu tak memiliki kesempatan untuk berbicara di dunia nyata, biarkan ia tetap diam ...

jika dia memang bukan milikmu, toh Allah, melalui waktu akan menghapus 'cinta dalam diammu' itu dengan memberi rasa yang lebih indah dan orang yang tepat ...

biarkan 'cinta dalam diammu' itu menjadi memori tersendiri dan sudut hatimu menjadi rahasia antara kau dengan Sang Pemilik hatimu ...

Ketika Bunga Dandelion Gugur

Kemarau pasti sangat panjang tahun ini. Tanah kering merindukan hujan. Manusia jadi begitu mendambakan air. Matahari enggan menyapa mendung, langit biru adalah sahabat. Debu-debu memarakkan jalanan kota. Bumi semakin akrab dengan polusi. 

“Kakak, hari ini pergi lagi? Dinda boleh ikut yah?”

Gadis kecil berumur 8 tahun itu merengek pada kakaknya yang siap bekerja menjual suara di lampu merah jalanan. Mencari sesuap nasi dengan mengamen.

“Dinda gak boleh ikut, hari ini panas banget. Lain kali aja yah! Pasti kakak ajak”. Bujuk sang kakak kepada adik perempuannya.

Mereka adalah sepasang kakak adik yang tak mampu lagi melanjutkan sekolah. Mereka hanya mampu membujuk para pemilik kendaraan lewat alunan nada nyanyian. Jika ada yang sudi maka perut pun bisa terisi, jika tidak besok atau mungkin juga lusa baru bisa makan lagi.
Dinda tidak diajak Agus, kakaknya mengamen. Dia ditinggalkan dirumah sendirian. Bapak dan ibunya sudah tiada, hanya rumah kumuh yang diwariskannya kepada mereka. Agus tahu Dinda tidak akan tahan berlama-lama dibawah terik matahari siang. Adiknya sakit-sakitan makanya Dinda tidak diajaknya.

Dinda merasa iba dengan perjuangan kakaknya menghidupinya. Meskipun begitu dirinya tak mampu berbuat banyak. Nekat. Dia juga tidak bisa sebab dia tidak tahu tempat-tempat kakaknya mengamen. Dinda juga tahu akan keterbatasan dirinya. Dinda hanya berdiam diri di dalam rumah atau sesekali melihat pemandangan di sekitar rumahnya. Kali ini ada yang menarik perhatiannya. Rumput dandelion di samping rumahnya mulai tumbuh. Dia mulai berpikir. Kenapa rumput ini hanya bisa tumbuh saat kemarau datang? Tidakkah ia membutuhkan air? Bukannya semua makhluk di dunia ini membutuhkan air?. Dia menyimpan semua pertanyaan itu dalam otaknya. Kelak ketika kakaknya kembali dia akan menanyakannya.

Hari sudah sore. Lembayung senja menyambut malam. Tok…tok…tok… suara pintu diketuk.

“Dinda, buka pintunya! Kakak udah pulang nih!” dinda beranjak membukakan pintu untuk kakaknya.

“Kakak, baru pulang yah? Mandi dulu deh!

“Dinda lapar kan? Nih kakak bawa makanan, maaf tadi siang gak bisa pulang bawa makan, belum dapat uang”.

“Gak apa! Dinda tahu kok, kak! Selesai mandi baru kita makan sama-sama yah”

Setelah selesai makan Dinda dan Agus duduk di depan rumah sambil menikmati lukisan malam penuh bintang.

“Kakak, Dinda mau tanya nih. Boleh?”

“Boleh. Dinda, memangnya mau Tanya apa?”

Dinda berkisah tentang tumbuhan dandelion di samping rumahnya. Bertanya mengapa tumbuhan itu hanya tumbuh saat musim kemarau? Apa ia tidak membutuhkan air?. 

“Dari mana Dinda tau kalo itu rumput dandelion” Tanya kakaknya heran.

“Dinda tau dari tivi. Waktu itu lagi nonton film kartun dirumah Mbak Ani”

Lalu kakaknya mulai menjelaskan kalau tidak semua tanaman membutuhkan air terlalu banyak. Contohnya seperti tumbuhan dandelion itu. Mungkin saja ia membutuhkan air tapi hanya menyerapnya dari dalam tanah tanpa menunggu hujan turun. Agus mampu menjelaskan semua itu karena ia sempat duduk di bangku Sekolah Dasar meskipun tidak tamat. Tidak sama dengan dinda yang memang tidak pernah bersekolah.

“Kak, tumbuhan dandelion itu ada bunganya juga loh!” seru Dinda

“Oh ya? Bunganya seperti apa? Coba Dinda cerita sama kakak”

Gadis itu lalu bercerita tentang bunga yang tumbuh dari rumput dandelion. Bunganya berbentuk bulat dan kering serbuk-serbuknya mudah terbang ketika ditiup angin. Dan ketika serbuk itu jatuh ke tanah maka tumbuhan dandelion akan tumbuh lagi.

“Kak, apa boleh Dinda menyiramnya?”

“Kalo menurut kakak sih gak usah, sebab tumbuhan liar seperti dandelion dapat bertahan hidup sesuai dengan lingkungannya” jelas sang kakak.

Dinda paham, ia juga takut ketika dandelion itu disirami air maka yang ada bunganya tidak akan tumbuh. Dinda benar-benar tak sabar ingin melihat bunga dandelion itu. Malam semakin larut. Bintang-bintang masih setia menghiasi langit. Mereka pun beranjak tidur.

Hari-hari dilalui Dinda dengan berdiam diri di rumah sedang kakaknya asyik mencari uang. Hari penantian panjang menunggu rumput dandelion berbunga. Sesekali ia hanya mengamati dari balik jendela atau duduk termenung disamping tumbuhan yang tak kunjung berbunga itu.
Sore itu Agus pulang ngamen. Pintu terbuka dan tidak didapatinya dinda di dalam rumah. Ia terus mencari-cari adiknya. Tidak biasa Dinda meninggalkan rumah dalam keadaan terbuka seperti ini. Mencari ke sekeliling rumah. Akhirnya dia menemukan adiknya pingsan di samping tumbuhan dandelion. Dinda langsung di bawa masuk ke rumah. Badannya demam. Ketika penyakitnya kambuh seperti ini Agus hanya mengompresnya dengan air dingin lalu demam dinda akan berangsur turun.

Paginya Dinda bangun. Dia mendapati kakaknya di dapur. Agus tidak pergi mengamen hari ini. Kakaknya bertanya tentang apa yang dilakukan dinda disamping rumah sampai pingsan. Dinda lalu bercerita bahwa ia menunggu rumput dandelion itu berbunga. kakaknya heran. Sebegitunyakah adiknya terhadap rumput itu?. Agus menyarankan pada Dinda, kalau Dinda boleh saja memperhatikan bunga itu tapi jangan terlalu berlebihan. Perlahan bunga itu akan tumbuh dengan sendirinya. Namanya juga rumput liar. Tapi Dinda memaknai rumput itu dengan cara yang lain. Bukan karena tumbuhnya yang liar tapi bagaimana tumbuhan itu bisa tumbuh dalam keadaan kekurangan.
Kondisi Dinda ternyata tidak seperti dugaan kakaknya. Kali ini lain, tubuhnya semakin melemah dia tak mau makan. Juga tak ingin melakukan apapun. Yang menarik perhatiannya hanya bunga dandelion itu. Agus mulai mencari bantuan ke tetangga, melihat kondisi adiknya yang mulai parah. Salah seorang tetangga mereka membawanya ke Rumah Sakit terdekat namun Dinda tidak bisa di rawat karena tidak memiliki cukup biaya. Dinda dibawa pulang lagi ke rumah. Dengan harapan Dinda bisa di rawat di rumah.

Di pertengahan musim, bunga dandelion itu berbunga. Dinda memaksa agar Agus mau menggendongnya ke samping rumah mendekati bunga dandelion itu.

“Kakak, bunganya berwarna coklat keemasan”

“Dinda sudah melihatnya kan? Jadi sekarang kita masuk yah!?”

“Dinda mau melihatnya lama-lama kak, agar kelak di surga Dinda bisa melihatnya lagi”

Agus tidak sanggup menahan air mata yang sudah dari tadi ditahannya. Dia tahu tak ada harapan lagi bagi Dinda untuk sembuh. Jika Tuhan menghendaki adiknya maka ia akan mengikhlaskannya. Mengikhlaskan kepergian Dinda. Adik yang sangat disayanginya. Adik yang membuatnya terus bertahan hidup sampai saat ini.

“Kakak, harus belajar dari bunga dandelion ini. Dia mampu hidup dalam keadaan kekurangan air sama seperti kita meski kekurangan tapi kakak harus tetap berjuang untuk mempertahankan hidup. serbuknya begitu ringan terbang bersama angin, kakak jangan menjadi beban siapapun kakak harus terus berusaha dan semangat menjalani hidup meskipun sulit. Dan kalo serbuk itu jatuh ke tanah dia akan tumbuh di mana saja. Kakak juga harus seperti itu walau berada dimanapun kakak bisa bertahan hidup”.

Itulah kata-kata terakhir dinda buat kakaknya. Dinda pergi seiring gugurnya bunga dandelion itu. Dinda pergi bersama musim hujan yang ternyata terlalu cepat mengguggurkan bunga dandelion. Bunga dandelion yang tak pernah bertahan dengan hujan.




Bulan Ku

Hujan alpa malam ini

mungkin ia enggan bertegur sapa dengen bintang-bintang dilangt biru malam ini!

Ada bulan indah temaram diatas sana bukan karena ketidakrinduanku pada bulan itu?

Aku tak pernah menghitung

Sebab aku lebih memilih kesejukan hujan...

Bulanku!

Adakah wajahmu sendu malam ini?

Maaf...keberadaanmu terusik dengan hujan 

jangan marah!

Biarkan waktu yg mengganti semusim itu

Adamu...Akan terkenang!