Tatapan itu lagi! Tajam dan menusuk, Aku tidak suka ditatap seperti itu.
Tatapan yang seolah menuntut sesuatu. Ada yang ingin kau katakan?
silakan saja! Apa kau membenci setiap pertemuan kita?. Jika kau benci,
mestinya jangan memandangku seperti kau ingin meminta penjelasan tentang
setiap pertemuan ini. Harusnya kau bertanya pada takdir yang telah
Tuhan gariskan untukmu.
Aku masih ingat ketika pertama kita saling mengenal. Kau bahkan tak punya kemampuan ingin mewujudkan sosokku dalam bentuk apa dalam imajinasimu. Semua karena kau terlalu melukisku begitu sempurna. Dan suara? Lagi-lagi suara? Mengapa seseorang begitu mudah terobsesi hanya dengan dengaungan suara?. Aku mulai benci hal ini, menilai fisik hanya karena sendunya suara. Kau mau menyalahkan aku karena ini?. Yah…sebut saja itu salahku. Bukan karena rasa ingin tahumu atau rasa ketidaktahuanmu!
Ruang itu sudah melebar sekarang, kau terlambat menutupnya. Apa yang kau rasakan setelah ini? Kaupun salah, sadar atau tidak kita sama-sama sudah melangkahi apa yang seharusnya Tuhan gariskan untuk kita. Sayangnya, aku tak pernah bisa melihat rasa bersalah itu ada dalam matamu. Terserah apa katamu, kau bilang aku terlalu cepat merasa? Terlalu sensitive? Terlalu melankolis? Dan semua apa yang dimiliki seorang wanita. Yah…aku bangga bisa menangis. jika kau tak suka, kukira sampai kapanpun kau tak akan pernah mampu menafsirkan tentang keangkuhan setiap pria menahan air mata itu.
Aku masih ingat ketika pertama kita saling mengenal. Kau bahkan tak punya kemampuan ingin mewujudkan sosokku dalam bentuk apa dalam imajinasimu. Semua karena kau terlalu melukisku begitu sempurna. Dan suara? Lagi-lagi suara? Mengapa seseorang begitu mudah terobsesi hanya dengan dengaungan suara?. Aku mulai benci hal ini, menilai fisik hanya karena sendunya suara. Kau mau menyalahkan aku karena ini?. Yah…sebut saja itu salahku. Bukan karena rasa ingin tahumu atau rasa ketidaktahuanmu!
Ruang itu sudah melebar sekarang, kau terlambat menutupnya. Apa yang kau rasakan setelah ini? Kaupun salah, sadar atau tidak kita sama-sama sudah melangkahi apa yang seharusnya Tuhan gariskan untuk kita. Sayangnya, aku tak pernah bisa melihat rasa bersalah itu ada dalam matamu. Terserah apa katamu, kau bilang aku terlalu cepat merasa? Terlalu sensitive? Terlalu melankolis? Dan semua apa yang dimiliki seorang wanita. Yah…aku bangga bisa menangis. jika kau tak suka, kukira sampai kapanpun kau tak akan pernah mampu menafsirkan tentang keangkuhan setiap pria menahan air mata itu.
Pada akhirnya setiap rasa bersalah itu harus kubawa. Aku ingin menguburnya. Seperti ingin melenyapkan setiap jejakmu dalam hidupku. Tapi tidak…sekarang kau malah terlalu nyata. Jangan salahkan aku jika sikapku demikian, ku biarkan kau dengan duniamu dan aku dengan duniaku meski kita berpijak didunia yang sama. Aku tak akan memprotes jika kita tak mampu bersosialisasi sebagai semestinya seorang kawan saling bertegur sapa, semua karena kesan yang ditinggalkan masa lalu.
Dan aku, tak akan memulai dari awal lagi. Biarkan ia berjalan sebagaimana mestinya. Walaupun kau seperti orang asing bagiku. Yah….biarlah, terserah apa yang ingin kau lakukan padaku sekarang. Kau acuh? Itu urusanmu. Kita tak akan sama seperti pertama mengenal, kau sudah terlanjur tahu siapa aku dan aku sudah terpaksa tahu siapa dirimu sekarang!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar